Marketing = AO (Asongan Officer) ??
SITUASI
DI SEBUAH TERMINAL
Sektor usaha informal merupakan bentuk usaha yang
paling banyak kita temukan di masyarakat. Bentuk usaha yang ini banyak
dilakukkan oleh masyarakat yang tidak berpendidikan, bermodal kecil, dilakukkan
oleh masyarakat golongan bawah dan tidak mempunyai tempat usaha yang tetap.
Sektor usaha informal terbuka bagi siapa saja dan sangat mudah mendirikannya,
sehingga jumlahnya tidak dapat di hitung, dengan banyaknya usaha ini berarti
akan menyerap tenaga kerja dan mengurangi pengangguran. Pedagang
asongan atau saya sering sebut sebagai “Asongan Officer” adalah pedagang yang
menjajakan barangnya dengan cara menyodorkan barangnya pada calon pembeli.
Pedagang ini banyak kita jumpai di perempatan jalan di kota-kota, halte,
terminal, di bus, kereta api, dan stasiun.
Kalau kita
perhatikan di sebuah terminal, di kota manapun terminalnya, tak lepas dari
pemandangan para pedagang asongan tersebut. Biasanya para Asongan Officer ini
barang dagangan yang dijajakannya berupa barang-barang yang ringan dan mudah
dibawa seperti minuman mineral, rokok, koran, permen, tisue dan lain-lain.
CERITA
ASONGAN BERJUALAN
Biasanya para
pedagang asongan di akan menawarkan produk secara langsung. Contohnya,
“Rokok,,rokok,,,rokok”, “Minum,,Minum,,,Minum,,, dingin,,,dingin,,,dingin”,
atau mereka menawarkan semua produk yang dibawanya, “Silakan yang haus
air..air..air, tisu, rokok dan permen”. Bahkan ada muatan lokal (dialek) yang
berbeda beda di setiap daerah seperti di jawa barat, kalau menawarkan Tahu,
maka ada sisipan-ra- di tengahnya menjadi” tarahu,,, tarahu,,, tarahu,,”. Di
jakarta, ada awalan Ya- di setiap penawaran menjadi “ya minum minum,,, ya rokok
rokok,,, “ dan sebagainya. Menurut pengamatan saya, selalu ada kesamaan model
atau cara berdagang yakni: langsung menyebut nama merek / produk.
Dari
pembahasan Asongan Officer ini, maka kita akan mendapatkan suatu pelajaran
bahwa cara menjual secara asongan itu adalah ketika mayoritas ketika dia
berjualan dia langsung menyebutkan produk secara berulang-ulang. Artinya pula,
meskipun anda seorang marketing bank, marketing property namun kalau dalam
berjualan langsung menyebut produk, maka sama saja dengan Asongan (dalam hal
cara jualan). Maka lengkaplah nama marketing yang to the point ke produk itu
sebagai: Asongan Officer (AO). Lalu ketika ada orang yang mau membeli karena
ada kebutuhan atau karena terpaksa mungkin karena takut akan tertinggal bus,
tau karena kondisi yang tidak bisa keluar dari area terminal, atau mungkin
karena kita merasa kasihan terhadap pedagangnya, itulah motif orang membeli. Jadi
hasil yang didapat oleh penjual juga sebenarnya tidak terlalu besar, karena
berdasarkan orang yan membeli berdasarkan kebutuhan pada saat itu dan terjadi
disitu pasti orang tidak mungkin akan membeli produk dengan jumlah yang banyak.
Pembahasan
di atas disebut sebagai Asongan officer yang meletakkan kekuatan tidak pada
dirinya, tidak pada solusi yang dia berika tetapi dia memberikan hanya sebatas
pada produk. Saya percaya dengan terus menerus kita lakukan penawaran kepada
orang baik pagi, siang bahkan malam sekali pun Saya yakin orang tersebut pasti
akan membeli produk yang kita tawarkan. Kenapa dia bisa membeli? Mungkin
motifnya dia membeli produk kita karena kepaksa/terpaksa. Tapi walaupun dibeli
pasti konsumen akan melakukan suatu penawaran, karena tujuannya adalah supaya
konsumen tidak lagi ditawari produk tersebut. Ada juga konsumen yang merasa
kasihan terhadap sales tersebut, tapi ingat bahwa prinsip kasihan itu tidak
akan bisa menghasilkan secara maksimal. Ini adalah salah satu sales dengan cara
Asongan Officer ciri-cirinya selalu membicarakan produk.
ALASAN
MEMBELI
Asongan, banyak orang yang
kurang menyukai atas kehadiran mereka dalam menawarkan barang dagangannya.
Karena cara berdagang mereka kesannya memaksa. Ada yang dengan cara membagi-bagikan
barang ke penumpang lantas beberapa saat kemudian barang itu diambil kembali.
Atau ada juga yang dengan cara memelas cara menawarkannya. Sehingga, ketika
saya tanya ke beberapa teman yang punya pengalaman yang sama, saya tanyakan:
apa alasan orang membeli ke pedagang asongan? Bukankah produknya tidak terjamin
keasliannya? Bukankah harganya lebih mahal? Ternyata jawaban yang muncul,
mengkerucut pada 2 alasan utama:
1.
Membeli karena terpaksa.
Terpaksa karena khawatir
tertingggal bus, terpaksa karena takut ama penampilannya, terpaksa karena
kepepet dan lain lain.
2.
Membeli karena kasihan.
Memang
ada juga asongan yang lebih menjual belas kasihan dibanding produknya. Sebungkus tissue, kita
mungkin belum terlalu perlu. Namun ketika seorang anak dekil atau kakek renta
menawarkan nya ke anda, mampukah anda
menolak? Kenapa membeli?
Di Industri lain, kita
juga sering menjumpai alasan yang sama untuk pembelian. Marketing asuransi,
bank, ritel, saya percaya... ya sangat percaya bahwa jika anda tempel prospek
anda (asalkan mereka ada kemampuan) selama 7x 24 jam maka mereka akan membeli
produk anda. Bukan karena butuh, tapi agar terbebas dari gangguan andaalias
terpaksa. Atau mereka kasihan pada diri anda sambil berkata “berapa sih
minimalnya?”
HASIL
YANG DIDAPAT : Minimalnya Berapa?
Tebak saja, apakah hasil berdagang
asongan itu besar? Bagi saya ukurannya sederhana.... jika anda tawarkan posisi
kerja sebagai karyawan, dan mereka mau maka sebenarnya penghasilan mereka tidak
besar dan relatif kecil. Karena produk yang di jual harganya relatif murah dan
pembeli membeli hanya sebatas karena terpaksa/kepaksa dan karena kasihan. Kalau
kita ingin melihat hasil, tentu hasil yang didapatkan cenderung lebih kecil.
Mengapa demikian, karena penjualan menggunakan metode Asongan Officer ini
adalah penjualan menggunakan teknik cara lama.
Mari
kita ilustrasikan 2 hal , dimana membeli
karena terpaksa dan membeli karena kasihan. Di kantong anda ada uang 100.000,
lalu 50.000, lalu 5.000. jika datang kepada anda seorang pengemis yang menghiba
untuk dikasihani. Atau ada orang yang memaksa minta selembar uang anda. Uang
yang mana yang akan anda berikan, 100.000, 50.000, atau 5,000? Jujur saja...
kebanyakan akan memberikan uang yang lebih kecil bukan? Dan bukankah seorang
Asongan Officer tidak pernah mendapatkan repeat order / pelanggan, sehingga
omset nya pun terbatas?
Di
berbagai industri, ketika anda menjual hanya berdasarkan belas kasihan atau
mengkondisikan orang untuk terpaksa membeli, segigih apappun anda, maka
bersiaplah untuk mendapat jawaban:
Minimalnya berapa?
Minimal premi berapa?
Minimum buka tabungan berapa?
Yang paling murah yang mana?
BERAPA
BANYAK TERJADI?
Saya ingin berbagi sebuah
pengalaman saya tentang kejadian penawaran yang gayanya sama persis dengan
metode sales Asongan Officer tersebut. Pada 2006 saya baru tiba di bandara Soekarno
- Hatta dari luar kota, dan langsung naik taksi untuk melanjutkan perjalanan
pulang ke kantor. Pada saat di dalam taksi tiba-tiba handphone berbunyi dan setelah saya angkat ternyata seorang wanita.
Dia adalah salah satu direct sales kartu kredit. “Pak Ridwan selamat siang?
Bagaimana kabarnya?” “Selamat siang, maaf dengan siapa?”. Ternyata dia salah
seorang sales dari kartu kredit. Hampir satu jam dia menawarkan banyak
keunggulan tentang produk yang dia tawarkan. Saya pikir lumayan juga untuk
teman ngobrol sambil menuju kantor he he. Dengan panjang lebar dia bercerita
tentang kartu kredit tersebut, dan disitu saya mulai tertarik dengan apa yang
dia tawarkan tersebut. Pembicaraan itu belum berakhir sampai saya harus turun
dari taksi dan akan masuk ke sebuah lift di Plaza Mandiri, akhirnya saya
memberanikan diri untuk menyudahi pembicaraan itu. “Mbak, terimakasih atas
penawarannya nanti akan saya pikirkan dulu ya nanti saya hubungi kembali”.
Namun sales tersebut dengan suara menghiba, “Pak, tolong bantu saya target saya
hanya kurang 2 lagi, tolong ya pak bantu?”.
Coba Anda
pikirkan kira-kira sales itu sedang membantu konsumen atau sedang membantu
untuk dirinya? Memang awalnya dia selalu membicarakan tentang
benefit/keunggulan produk yang ditawarkan. Tapi, di ujung pembicaraannya dia
malah menghiba-hiba untuk minta dikasihani agar targetnya terpenuhi. Awalnya si
sales ini selalu membicarakan tentang benefit/manfaat, tapi akhirnya dia telah
merubah pembicaraan kini masalah target. Dari pertama menelpon dia selalu
membicarakan manfaat buat klien tapi terakhir dia mulai membicarakan untuk
kepentingan pribadinya. Kira-kira kalau Anda berada pada posisi seperti saya
pada waktu itu, apakah Anda menjadi beli produk yang ditawarkan itu?
Mungkin
jawaban Anda berbeda-beda, ada yang bilang beli atau tidak. Namun, bagi saya itu
semua saya tolak. Kenapa? Karena dari tadi dia selalu menutupi niatnya dengan
topeng seolah-olah dia ingin membantu saya, tapi kenyataannya kini dia telah
membuka topengnya sendiri kalau seluruh pembicraan sesungguhnya adalah demi
memenuhi targetnya si sales. Ternyata selama ini dia berbusa-busa bukan buat
calon pembeli tapi buat dirinya sendiri.
Berapa
banyak kejadian seperti diatas dalam kehidupan anda? Saya sendiri merasakan
sangat sering menemukan sales dengan
approach belas kasihan diatas. Bagaimana dengan anda, atau jangan jangan anda
pernah melakukannya? Jika iya, mudah mudahan
itu yang terakhir he he he. Jadi positioning bagi seorang sales, kalau dia
menjual berdasarkan rasa ingin dikasihani atau rasa kasihan, rasa terpaksa maka
sebenarnya dia sedang memikirkan dirinya sendiri bukan sedang memikirkan
cutomernya. Apakah cara penjualan ini bisa dilakukan? Bisa, tapi hasil yang
didapat tidak akan maksimal. Saya katakan ini adalah derajat penjualan yang
paling rendah karena si sales hanya memikirkan untuk dirinya sendiri.
WRAP
UP
Setelah
kita membahas tentang Asongan Officer, maka kita sudah mengetahui kelemahan
dalam berjualan cara ini. Orang akan mengetahui produk yang kita tawarkan tapi
hasil yang akan kita dapatkan kurang maksimal. Mengapa demikian, karena
kebanyakan orang membeli produk atas dasar sebagai berikut:
1.
Membeli karena terpaksa/kepaksa.
2.
Membeli karena kasihan.
Bagaimana
dengan hasil yang didapatkan? Orang cenderung membeli hanya sekali artinya
tidak terjadi pengulangan atau repeat order dalam hal pembelian. Jadi hasil
yang didapatkan pun cenderung tidak maksimal.
dikutip dari buku saya: Kitab Sales Menjual Tanpa Menjual
Comments